Saya merasa
heran dengan masyarakat di tempat saya tinggal, kususnya para orang-orang yang
pendidikannya rendah. Dan daya akal pikirnya dangkal. Disaat ketika mendengar
bahwa akan diadakannya suatu pilihan lurah di desa kami, masyarakat sudah
membicarakan jauh-jauh hari siapa calonnya dan bagaimana orangnya. Mereka semua
pada mengatakan siapa yg memberi uang saku paling besar kepada kita maka dialah
yg akan kita pilih nanti. Mereka hanya melihat dari sisi uang saja, tanpa
memikirkan bagaimana orang yang mereka pilih itu. Pantaskah dia menjadi kepala
desa ? bisakah dia membawa dan membangkitkan desanya untuk berkembang dan maju
?bisakah dia memimpin desa ? bisa kah dia menyejahterakan rakyatnya ?
Ada suatu kejadian di desa saya, ketika itu ada pemilihan kepala desa. Kebetulan calonnya Cuma ada tiga saja. Pastilah masyarakat sangat senang karena kesempatan masyarakat untuk meminta uang saku sebanyak-banyaknya. Bahkan ada yang bilang siapa yg mau membeli hak suara saya seharga seratus ribu maka dialah yg akan saya pilih. Tp bila tdk ada yg membeli hak suara saya , maka saya lebih baik tidur dirumah dan absten saja. Hhmmm.,.., bener-bener sudah kelewatan orang ini. Tdk bertanggung jawab sebagai warga. Dan tidak ingin membela kampunya supaya dipimpin oleh kepala yg bijaksana lagi adil dan tegas.
Itu tadi sekilas tentang budaya
masyarakat di desa saya dalam pesta pemilihan kepala desa.
Lain hal itu, tidak berbeda dengan
pemilihan kepala Bupati, Gubernur dan Presiden. Semua selalu di kaitkan dengan
uang saku. Siapa yg uang sakunya paling banyak maka dialah yg akan dipilih.